Tugas Mata Kuliah Teori Dan Strategi Pendidikan
Portofolio Ke-13_Kartikaningsih_2308049030
MODEL PEMBELAJARAN
Pembelajaran
Berbasis Interaksi Sosial (PIBS)
Pembelajaran Berbasis Interaksi Sosial (PBIS)
adalah pendekatan pembelajaran yang menekankan pada interaksi sosial antara peserta didik,
guru, dan lingkungan belajar. Pendekatan ini berlandaskan pada prinsip bahwa
individu tidak dapat belajar secara optimal tanpa adanya interaksi dengan orang
lain.
Model pembelajaran interaksi sosial
adalah suatu pola yang mengajarkan agar peserta didik mampu menganalisi suatu
fenomena yang terjadi terkait dengan permasalahan kehidupan dan pengalamannya.
Model interaksi sosial menumbuhkan sikap kerjasama di antara peserta didik dan
mendorong berinteraksi dalam tataran individual ataupun komunal. Sikap
kebersamaan dan saling berkomunikasi serta mengeluarkan ide dan gagasan terhadap
25 sebuah masalah merupakan ciri dari model interaksi social. Di antara peserta
didik sama-sama aktif memberikan masukan untuk memperoleh solusi secara
bersama-sama dan dapat diaplikasikan nilai-nilai positifnya dalam kehidupan
sosial. Dalam model pembelajaran interaksi social, peserta didik diberi
pemahaman tentang pentingnya berinteraksi di masyarakat melalui proses social
yang dinamis dengan mengedepankan kerjasama dan saling menghargai satusama
lainnya.Tujuan utama dari pendekatan ini adalah untuk mengembangkan
keterampilan sosial dan interpersonal siswa, yang sangat penting dalam
kehidupan sosial dan profesional mereka di masa depan. Dengan berinteraksi
secara aktif dalam situasi pembelajaran, siswa belajar untuk menghormati
pendapat orang lain, mengelola konflik, bekerja sama dalam tim, dan
mengembangkan kepercayaan diri dalam berkomunikasi.
Model pembelajaran interaksi social
menekankan pada adanya hubungan antara peserta didik dengan lingkungan
kehidupan. Tujuan pembelajaran interaksi social menitikberatkan bagaimana
peserta didik dapat memahami kebersamaan dan mengerti kehidupan bersama di
masyarakat atau learning to life together. Setiap peserta didik tidak bisa
memisahkan dirinya dari interaksi dengan orang lain. Dengan pembelajaran inetraksi
social, peserta didik akan mengerti dan memahami makna hubungan interaksi
social dan kehidupan social. Pembelajaran interaksi sosial dapat memberikan
wawasan berfikir kepada peserta didik tentang sikap atau prilaku yang harus
dilakukan ketika berinteraksi dengan orang lain. Dengan model ini, peserta
didik akan diajarkan tentang bagaimana bersikap dan menghadapi kondisi
masyarakat social yang ada. Pembelajaran interaksi sosial dapat memandu siswa
untuk memiliki daya mental yang lebih baik dan kesehatan emosi yang lebih
akseptabel dengan cara mengembangkan kepercayaan diri dan perasaan realitis
serta menumbuhkan empati kepada orang lain. Pembelajaran menjadi wahana untuk
mempersiapkan peserta didik agar dapat berinteraksi secara ekstensif dengan
masyarakat, mengembangkan sikap dan perilaku demokratis (Muhammad Mushfi El Iq
Bali, 2017: 227).
Model interaksi sosial ini mencakup
strategi pembelajaran sebagai berikut. a)
Kerja Kelompok bertujuan mengembangkan keterampilan berperan serta dalam
proses bermasyarakat dengan cara mengembangkan hubungan interpersonal dan
discovery skill dalam bidang akademik. b)
Pertemuan kelas bertujuan mengembangkan pemahaman mengenai diri sendiri
dan rasa tanggungjawab baik terhadap diri sendiri maupun terhadap kelompok. c)
Pemecahan masalah sosial atau Inquiry Social bertujuan untuk pengembangkan
kemampuan memecahkan masalah-masalah sosial dengan cara berpikir logis. d)
Model laboratorium bertujuan untuk mengembangkan kesadaran pribadi dan
keluwesan dalam-kelompok. e) Bermain peran bertujuan untuk memberikan
kesempatan kepada peserta didik menemukan nilai-nilai sosial dan pribadi
melalui situasi tiruan. f) Simulasi sosial bertujuan untuk membantu peserta
didik mengalami berbagai kenyataan sosial serta menguji reaksi mereka.
Beberapa strategi dan pendekatan
pembelajaranyang dapat diterapkan dengan model pembelajaran interaksi sosial
adalah sebagai berikut, Model Pembelajaran Interaksi Sosial dengan
Investigasi kelompok (Group Investigation) Model interaksi social dengan pendekatan
pembelajaran investigasi kelompok bertujuan untuk mengembangkan dan mendorong
keterampilan siswa agar aktif dalam proses pembelajaran. Keaktifan siswa dalam pendekatan investigasi
kelompok diwujudkan dari komunikasi yang terbuka dan kebersamaan dalam
menginvestigasi permasalahan yang ada. Proses pembelajaran investigasi kelompok
mengembangkan hubungan interpersonal dan discovery skills dalam bidang
akademik. Pembelajaran investigasi kelompok dapat
mengembangkan kemampuan siswa untuk berinteraksi social secara lebih baik
melalui kerja kelompok (collaborative learning) (Aunurrahman, 2018). Sikap sosial atau karakter yang dapat diraih
siswa dari model pendekatan investigasi kelompok yakni
a) sikap kebersamaan dimana siswa melakukan
kegiatan bersama dengan saling bekerjasama satu sama lain didalam kelompok, b)
sikap dialogis, siswa secara tidak langsung dapat belajar memahami dan
meresolusi terjadinya perbedaan diantara dirinya dengan teman sekelompoknya
yang lain, c) sikap menghargai pendapat, secara tidak
langsung dapat menumbuhkan sikap saling menghargai pendapat diantara satu siswa
dengan siswa lainnya selama proses investigasi kelompok, d) percaya diri, siswa makin percaya diri karena
memiliki beberapa teman yang membantunya dalam kelompok, karena terkadang
beberapa siswa merasa takut melakukan hal sendirian. Sehingga dengan investigasi kelompok ini, siswa
tidak merasa takut dan pesimis dalam menjalani proses belajar yang dirasa susah
dikerjakan olehnya.
Pembelajaran interaksi social pada
dasarnya bertujuan untuk membentuk karakter peserta didik sebagai bekal untuk
di masyarakatnya. Dalam melangsungkan kehidupan di masyarakat, keterampilan
sosial sangat dibutuhkan agar tercipta keharmonisan dan kedamaian. Interaksi
social dapat berjalan dengan baik manakala masing-masing individu memahami
nilai-nilai social. Prilaku santun, menghargai sesama, demokratis, jujur, adil
dan tanggung jawab merupakan nilai-nilai social yang harus dimiliki oleh setiap
peserta didik sebagai bagian dari masyarakat. Untuk menanamkan nilai-nilai
karakter itu, seorang guru dituntut agar dapat mendesain secara baik dan
sungguh-sungguh dengan berbagai cara dan media belajar sehingga nilai-nilai
karakter tersebut dapat menjadi perilaku permanen bagi peserta didik. Pembelajaran
interaksi social diharapkan dapat mengantarkan peserta didik mempunyai
kepribadian dan nilai-nilai karakter mulia. Karakter yang dimaksud, seperti
religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri,
demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai
prestasi, bersahabat atau komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli
lingkungan, peduli sosial, dan tanggung jawab(Afifah Zafirah, 2018:104). Pada
kenyataannya, masih banyak peserta didik yang masih kurang menaruh perhatian
terhadap nilai-nilai karakter seperti, sopan santun, kurang berbagi dengan
sesama, kurang memilki rasa hormat, egois dalam bersikap, masa bodoh dengan
lingkungannya dan tidak berempati dengan sesamanya. Hal ini harus menjadi
perhatian bersama untuk segera 24 dibenahi, diantaranya melalui proses
pembelajaran yang efektif. Salah satu hal yang dapat ditempuh dalam pendidikan
karakter yaitu dengan menggunakan model pembelajaran interaksi social. Model
pembelajaran interaksi social dapat membantu peserta didik dalam belajar
berinteraksi. Keberadaan model pembelajaran interaksi social berfungsi membantu
siswa memperoleh informasi tentang bagaimana hidup di masyarakat, gagasan
berkomunikasi baik, keterampilan sosial, berempati, bersimpati yang diajarkan
di kelas dan diekspresikan dalam kegiatan belajar. Model ini dapat mengajarkan
dan melatih peserta didik terhadap semua nilai-nilai karakter yang berhubungan
dengan kehidupan sosial masyarakat sebagai bekal peserta didik menjalani
kehidupan di masyarakat secara riil.
Pembelajaran Berbasis Sistem
Perilaku (PBSP)
Pembelajaran berbasis sistem perilaku
mengedepankan penggunaan prinsip-prinsip perilaku untuk membentuk lingkungan
pembelajaran yang positif dan produktif di dalam kelas. Ciri utama dari pendekatan
ini adalah implementasi sistem yang terstruktur untuk memperkuat perilaku
positif siswa melalui pemberian penguatan yang konsisten dan tepat waktu.
Misalnya, guru menggunakan pujian, penghargaan, atau sistem token untuk
memberikan umpan balik positif kepada siswa yang menunjukkan perilaku yang
diharapkan, seperti partisipasi aktif, kerjasama, atau penyelesaian tugas
dengan baik.
Teoritik dari kelompok model pembelajaran ini
ialah teori-teori belajar Behavioristik, yaitu bertujuan mengembangkan sistem
yang efisien untuk mengurutkan tugas-tugas belajar dengan cara memanipulasi
penguatan (reinforcement). Model ini dikenal juga sebagai model modifikasi
prilaku atau “Behavioral Modifications”. Semua model pembelajaran rumpun ini
didasarkan pada suatu pengetahuan yang mengacu pada teori perilaku, seperti
teori belajar perilaku, teori belajar sosial, modifikasi perilaku, atau
perilaku terapi. Model-model pembelajaran rumpun ini mementingkan penciptaan
lingkungan belajar yang memungkinkan manipulasi penguatan perilaku secara
efektif sehingga terbentuk pola perilaku yang dikehendaki. Ciri-ciri sistem
model perilaku atau Behavioral Models yaitu:Seluruh model pada kelompok ini
didasarkan pada hasil sharing kajian teori-teori secara umum, yang kemudian
dipersandingkan/ diintegrasikan dengan teori-teori perilaku (yang
dikondisikan). Beberapa teori yang mendasari: teori-teori belajar secara umum,
teori belajar sosial, teori modifikasi perilaku, dan teori-teori terapi
perilaku. Secara umum menekankan pada perubahan perilaku yang terlihat
(observable) dibanding perilaku-perilaku secara psikologis atau perilaku yang
tidak bisa diamati. Penerapan prinsip-prinsip stimulus terkontrol dan
reinforcement yang menjadi dasar penerapan model pembelajaran interaktif dan mediasi
belajar terkondisikan, baik pada pembelajaran secara individu maupun kelompok. Pengembangan
kemampuan belajar melaui fakta-fakta, konsep-konsep dan keterampilan dipandang
sama baiknya untuk mereduksi tingkat kecemasan maupun untuk memperoleh kegiatan
relaksasi individu.
Menurut para ahli dalam bidang
pendidikan dan psikologi, pembelajaran berbasis sistem perilaku melibatkan
beberapa pihak terkait yang memiliki peran dan tanggung jawab khusus. Berikut
adalah beberapa pihak yang biasanya disebutkan:
1. Peserta Didik: Fokus utama dari setiap
program pembelajaran. Menurut B.F. Skinner, seorang ahli psikologi perilaku,
peserta didik merespons lingkungan mereka, dan penguatan (reinforcement) adalah
kunci dalam pembentukan perilaku.
2. Guru atau Instruktur: Seperti yang
dijelaskan oleh Albert Bandura, guru berfungsi sebagai model perilaku yang
penting. Mereka merancang dan mengimplementasikan program pembelajaran,
memberikan reinforcement, dan memonitor perkembangan peserta didik.
3. Orang Tua atau Wali Murid: Skinner dan
Bandura menekankan pentingnya lingkungan rumah dalam memperkuat perilaku yang
diinginkan. Orang tua dapat mendukung proses pembelajaran dengan menerapkan
prinsip-prinsip yang sama di rumah.
4. Psikolog atau Konselor Pendidikan: Menurut
Skinner, psikolog membantu dalam merancang intervensi yang efektif berdasarkan
prinsip-prinsip perilaku. Mereka juga memberikan dukungan dalam mengatasi
hambatan perilaku.
5. Administrator Sekolah: Ahli seperti John
Watson menekankan pentingnya dukungan dari administrasi untuk menyediakan
sumber daya yang diperlukan dan memastikan lingkungan sekolah mendukung
modifikasi perilaku.
6. Peneliti atau Akademisi: Mereka
mengembangkan teori dan metode baru dalam pembelajaran berbasis perilaku.
Seperti yang dikatakan oleh Skinner, penelitian eksperimental adalah dasar
untuk mengembangkan teknik-teknik baru dalam modifikasi perilaku.
7. Spesialis Teknologi Pendidikan: Ahli seperti
B.F. Skinner juga mengakui peran teknologi dalam pembelajaran. Spesialis ini
merancang dan mengimplementasikan alat teknologi yang dapat digunakan untuk
memonitor dan memperkuat perilaku peserta didik.
Pembelajaran Berbasis Sistem
Perilaku (PBSP) adalah pendekatan dalam pendidikan yang berfokus pada
penggunaan prinsip-prinsip perilaku untuk merancang, mengimplementasikan, dan
mengevaluasi proses pembelajaran. Pendekatan ini biasanya melibatkan penguatan
positif, penguatan negatif, hukuman, dan strategi pengelolaan perilaku lainnya
untuk meningkatkan keterlibatan dan hasil belajar siswa. Berikut adalah
beberapa komponen kunci dari PBSP:
Tujuan yang Jelas dan Terukur: PBSP
menetapkan tujuan pembelajaran yang spesifik dan dapat diukur. Ini memungkinkan
guru dan siswa untuk mengetahui apa yang diharapkan dan bagaimana kemajuan akan
diukur.Instruksi yang Terstruktur: Pembelajaran disampaikan melalui instruksi
yang jelas dan terstruktur. Materi disajikan dalam langkah-langkah kecil dan
logis untuk memastikan siswa memahami setiap bagian sebelum melanjutkan ke
bagian berikutnya.
Model pembelajaran perilaku adalah
pedoman berupa konsep atau pola yang menekankan akan perubahan tingkah laku
peserta didik ke arah yang lebih baik.Adapun prinsip-prinsip dalam model
pembelajaran sistem perilaku, diantaranya:
1. Perilaku sebagai fenomena yang bisa diamati
dan diidentifikasi Pada dasarnya, sebuah stimulus dapat memunculkan perilaku
yang juga dapat menimbulkan konsekuensi, serta dapat diperkuat dengan
kemungkinan bahwa sebuah stimulus yang sama akan memunculkan perilaku yang
diperkuat tersebut. Sebagai timbal baliknya, konsekuensi negative tidak akan
persis sama dengan perilaku yang ditimbulkan. Para ahli teori perilaku meyakini
bahwa respon internal (semisal takut gagal), yang menengahi respon-respon yang
bisa diamati (semisal menghindari bidang yang dapat memunculkan ketakutan akan
gagal) sangat bisa diubah (Rimm dan Masters, 1974).
2.Kebutuhan terhadap tingkah laku yang kurang
adaptif Masyarakat kita seringkali beranggapan bahwa ada beberapa siswa yang
memiliki phobia terhadap pelajaran dalam bidang-bidang tertentu (semisal
matematika) yang tidak bisa diubah atau dihilangkan. Anggapan yang demikian
memunculkan citra bahwa halangan dan phobia tersebut tidak bisa diubah sehingga
tidak disikapi dengan serius, meskipun sebenarnya siswa memiliki potensi untuk
belajar menghilangkan phobia tersebut. Sehingga apabila dibiarkan akan terjadi
penurunan besar-besaran dalam prestasi akademik bidang matematika ini. Kunci
penyelesaian masalah ini adalah belajar menangani pengaruh dalam mendekati
materi pelajaran tersebut.
3. Tujuan tingkah laku adalah hal yang khusus,
terpisah, dan bergantung pada individu
Walaupun teori-teori dari para ahli psikologi
perilaku telah lama digunakan untuk merancang materi instruksional, semisal
simulasi, yang juga digunakan oleh sejumlah siswa, kerangka ahli psikologi
perilaku cenderung khusus, terpisah, dan bergantung pada individu. Respon yang
persis sama tidak berarti diproses dari stimulus asli yang juga serupa.
Sebaliknya, tidak ada dua orang yang akan memberikan respon pada stimulus yang
sama dengan cara yang juga persis sama. Hal ini berarti bahwa tujuan
masing-masing siswa mungkin akan berbeda dan bahwa proses latihan harus
dilakukan secara perseorangan, baik dalam hal materi ataupun proses latihan itu
sendiri.
4. Teori tingkah laku fokus pada “hal-hal yang
ada disini dan terjadi saat ini”Peran proses pembentukkan perilaku seseorang
yang sudah terjadi tidaklah terlalu ditekankan dalam hal ini. Pengajaran yang
kurang baik bisa saja mengakibatkan kegagalan dalam belajar membaca, namun hal
yang akan difokuskan disini adalah belajar membaca saati ini. Karena perilaku
manusia yang cenderung bersifat optimis dan tidak berdiam dan terlarut dalam
masa lalu. Masalah yang terasa semakin sulit sebenarnya hanya membutuhkan
upaya-upaya kecil untuk mengatasinya. Para ahli perilaku sering kali melaporkan
bahwa mereka telah berhasil mengubah perilaku kurang adaptif dalam waktu
singkat, bahkan dalam kasus phobia atau bentuk-bentuk kemunduran jangka
panjang.
Penguatan Positif: PBSP sering
menggunakan penguatan positif untuk mendorong perilaku yang diinginkan. Ini
bisa berupa pujian, penghargaan, atau insentif lainnya yang diberikan ketika
siswa menunjukkan perilaku yang diinginkan atau mencapai tujuan tertentu.
Penguatan Negatif dan Hukuman: Dalam beberapa
kasus, PBSP juga menggunakan penguatan negatif atau hukuman untuk mengurangi
perilaku yang tidak diinginkan. Namun, ini biasanya digunakan dengan hati-hati
untuk menghindari dampak negatif pada motivasi dan kesejahteraan siswa. Pemantauan
dan Penilaian Berkelanjutan: Kinerja siswa dipantau secara teratur dan
dievaluasi untuk memastikan bahwa mereka mencapai tujuan pembelajaran.
Penilaian formatif digunakan untuk memberikan umpan balik yang konstruktif dan
untuk menyesuaikan instruksi jika diperlukan.
Karakteristik PBSP yang relevan dengan sekolah vokasi:
- Penekanan pada keterampilan
vokasional: PBSP dapat digunakan untuk melatih peserta didik dalam
keterampilan vokasional yang spesifik.
- Penerapan pembelajaran berbasis
proyek: PBSP dapat diintegrasikan dengan pembelajaran berbasis proyek,
yang memungkinkan peserta didik untuk menerapkan keterampilan yang telah
dipelajari dalam situasi nyata.
- Penilaian berbasis kinerja:
PBSP menggunakan penilaian berbasis kinerja untuk mengukur kemampuan
peserta didik dalam menerapkan keterampilan vokasional.
Pembelajaran Berbasis Sistem Perilaku (PBSP)
merupakan metode pembelajaran yang berfokus pada perubahan perilaku peserta
didik melalui penguatan dan konsekuensi. Agar PBSP dapat efektif, beberapa
syarat berikut harus dipenuhi:
1. Guru
harus memiliki pemahaman yang baik tentang teori-teori perilaku. Guru harus
memahami bagaimana perilaku dipelajari dan diubah melalui penguatan dan
konsekuensi. Pengetahuan ini akan membantu guru untuk merancang pembelajaran
yang efektif dan sesuai dengan prinsip-prinsip perilaku.
2. Guru harus mampu mendefinisikan perilaku yang
ingin diubah. Sebelum memulai PBSP, guru harus terlebih dahulu mendefinisikan
secara jelas perilaku yang ingin diubah pada peserta didik. Perilaku tersebut
harus dapat diukur dan diamati.
3. Guru harus memilih penguat yang tepat.
Penguat adalah stimulus yang dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya suatu
perilaku. Guru harus memilih penguat yang menarik dan berharga bagi peserta
didik.
4. Guru harus konsisten dalam memberikan
penguatan. Konsistensi penting untuk memastikan bahwa peserta didik memahami
hubungan antara perilaku mereka dan konsekuensinya. Guru harus memberikan
penguatan setiap kali peserta didik menunjukkan perilaku yang diinginkan.
5. Guru harus menggunakan jadwal penguatan yang
tepat. Jadwal penguatan menentukan seberapa sering penguatan diberikan. Guru
dapat menggunakan berbagai jadwal penguatan, seperti jadwal penguatan
berkelanjutan, jadwal penguatan parsial, dan jadwal penguatan variabel.
6. Guru harus menggunakan konsekuensi yang
tepat. Konsekuensi adalah stimulus yang dapat menurunkan kemungkinan terjadinya
suatu perilaku. Guru harus memilih konsekuensi yang efektif dan sesuai dengan
usia dan tingkat perkembangan peserta didik.
7. Guru harus konsisten dalam memberikan
konsekuensi. Konsistensi penting untuk memastikan bahwa peserta didik memahami
hubungan antara perilaku mereka dan konsekuensinya. Guru harus memberikan
konsekuensi setiap kali peserta didik menunjukkan perilaku yang tidak diinginkan.
8. Guru harus memberikan umpan balik yang
konstruktif kepada siswa. Umpan balik yang konstruktif membantu siswa untuk
memahami mengapa perilaku mereka dihukum dan bagaimana mereka dapat mengubah
perilakunya. Guru harus memberikan umpan balik yang spesifik dan tepat waktu
kepada siswa.
9. Lingkungan belajar harus kondusif. Lingkungan
belajar yang kondusif adalah lingkungan yang tenang, aman, dan terstruktur.
Lingkungan seperti ini akan membantu siswa untuk fokus dan belajar dengan lebih
efektif.
10. Guru harus memiliki pengetahuan tentang
karakteristik individu siswa. Setiap siswa memiliki gaya belajar dan kebutuhan
yang berbeda. Guru harus memahami karakteristik individu siswa dan menyesuaikan
pembelajaran mereka dengan kebutuhan masing-masing siswa.
11. Guru harus menggunakan teknologi untuk
mendukung pembelajaran. Teknologi dapat digunakan untuk membuat pembelajaran
lebih menarik, interaktif, dan efektif. Guru harus menggunakan berbagai alat
dan teknologi, seperti komputer, internet, dan perangkat lunak edukasi, untuk
mendukung pembelajaran siswa.
12. Guru harus terus belajar dan berkembang.
Bidang pendidikan selalu berkembang, dan guru harus terus belajar dan
berkembang untuk mengikuti perkembangan terbaru. Guru harus mengikuti pelatihan
dan seminar, membaca jurnal dan buku pendidikan, dan berkolaborasi dengan guru
lain untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan mereka.
Pembelajaran Berbasis Sistem
Perilaku (PBSP) adalah pendekatan pembelajaran yang menekankan pada
pengembangan perilaku siswa melalui penerapan prinsip-prinsip teori perilaku.
Tujuan utama PBSP adalah untuk mengubah perilaku siswa menjadi lebih positif
dan produktif melalui penguatan positif, pengulangan, dan pembelajaran
bertahap. Berikut adalah sintaksis umum PBSP yang bisa Anda terapkan dalam
kegiatan pembelajaran:
Ciri-ciri
Pembelajaran Berbasis Interaksi Sosial Kolaborasi Siswa bekerja sama dalam
kelompok untuk menyelesaikan tugas atau memecahkan masalah. Ini membantu mereka
mengembangkan keterampilan sosial dan kognitif melalui diskusi dan pertukaran
ide. Dialog dan Diskusi Interaksi verbal antara siswa sangat ditekankan.
Melalui dialog dan diskusi, siswa dapat memperdalam pemahaman mereka dan
memperbaiki konsep yang salah. Peran Guru Guru berperan sebagai fasilitator
yang mengarahkan interaksi dan diskusi, serta memberikan bimbingan dan umpan
balik yang diperlukan. Guru juga menciptakan lingkungan yang mendukung
kolaborasi dan partisipasi aktif. Scaffolding: Guru atau teman sebaya yang
lebih berpengalaman memberikan bantuan yang sesuai dengan kebutuhan siswa sampai
mereka mampu menyelesaikan tugas secara mandiri. Pembelajaran Kontekstual
Materi pembelajaran disajikan dalam konteks yang relevan dengan kehidupan
siswa, sehingga mereka dapat melihat hubungan antara apa yang dipelajari dengan
pengalaman sehari-hari mereka. Manfaat Pembelajaran Berbasis Interaksi Sosial
Pengembangan Keterampilan Sosial: Siswa belajar berkomunikasi, bekerja sama,
dan menyelesaikan konflik dengan orang lain. Peningkatan Pemahaman Melalui
diskusi dan kolaborasi, siswa dapat mengkonstruksi pengetahuan yang lebih dalam
dan bermakna. Motivasi Belajar: Interaksi sosial dapat meningkatkan motivasi
siswa karena mereka merasa didukung dan dihargai dalam kelompok belajar mereka.
Pemecahan Masalah Siswa belajar untuk berpikir kritis dan kreatif melalui
kolaborasi dalam memecahkan masalah yang kompleks. Contoh Implementasi
Pembelajaran Berbasis Interaksi Sosial Diskusi Kelompok Siswa dibagi dalam
kelompok kecil untuk mendiskusikan topik tertentu dan kemudian mempresentasikan
hasil diskusi mereka kepada kelas. Proyek Kolaboratif: Siswa bekerja sama dalam
proyek yang membutuhkan penelitian, perencanaan, dan pelaksanaan, seperti
membuat presentasi, menulis laporan, atau membuat model. Tugas Berpasangan:
Siswa bekerja dalam pasangan untuk menyelesaikan tugas, seperti mengerjakan
soal matematika, menulis esai, atau melakukan eksperimen sains. Pembelajaran
Berbasis Masalah (PBL) Siswa diberikan masalah nyata untuk dipecahkan dalam
kelompok, yang mendorong mereka untuk menerapkan pengetahuan dan keterampilan yang
telah dipelajari. Pembelajaran Berbasis Interaksi Sosial mendorong siswa untuk
menjadi pembelajar aktif yang dapat bekerja sama dengan orang lain,
mengembangkan keterampilan komunikasi, dan membangun pengetahuan melalui
pengalaman bersama.
Menurut Bonwell dan Eison (1991),
beberapa karakteristik dari active learning adalah sebagai berikut: Proses
pembelajaran ditekankan bukan pada penyampaian informasi oleh pengajar/guru.
Akan tetapi, penekanan pembelajaran pada pengembangan keterampilan pemikiran
analitis dan kritis siswa terhadap permasalahan yang sedang dibahas. Siswa
tidak hanya mendengarkan dan menerima materi pembelajaran secara pasif. Namun,
mereka mengerjakan sesuatu yang berhubungan dengan materi pembelajaran. Pembelajaran
berfokus pada eksplorasi nilai dan sikap yang berkaitan dengan materi
pembelajaran yang sedang dipelajari.Siswa diminta untuk berpikir secara kritis,
melakukan analisa, dan evaluasi. Hal ini memiliki tujuan supaya siswa dapat
melaksanakan transformasi diri dengan mandiri. Feedback yang diberikan pada
siswa akan lebih cepat berlangsung. Sehingga lebih efisien dan efektif di saat
proses pembelajaran.
Pembelajaran Berbasis Aktivitas
Personal (PBAP) merupakan model pembelajaran yang berpusat pada peserta didik
dan menekankan pada kemandirian dan kreativitas mereka dalam belajar. Model ini
memiliki banyak manfaat, namun juga terdapat beberapa faktor yang perlu
diperhatikan agar penerapannya dapat berhasil dengan optimal. Berikut beberapa
tips agar penerapan PBAP dapat berhasil:
1. Persiapan yang Matang
Guru harus melakukan persiapan yang
matang sebelum melaksanakan PBAP. Hal ini meliputi:
Membuat perencanaan pembelajaran yang jelas dan
terstruktur. Memilih materi pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik dan
kebutuhan individual peserta didik. Merancang aktivitas pembelajaran yang
beragam dan menarik. Mempersiapkan media pembelajaran yang memadai.
Menciptakan lingkungan belajar yang kondusif.
2. Motivasi dan Kemandirian Peserta Didik
Guru perlu memotivasi dan membimbing peserta didik
agar mereka dapat belajar secara mandiri dan kreatif. Hal ini dapat dilakukan
dengan:Membangun hubungan yang baik dengan peserta didik.
Memberikan penghargaan atas usaha dan prestasi
peserta didik. Memfasilitasi peserta didik untuk saling belajar dan berbagi
pengetahuan. Membuat peserta didik merasa aman dan nyaman untuk belajar.
3. Dukungan dari Orang Tua dan Masyarakat
Orang tua dan masyarakat perlu memahami konsep
PBAP dan memberikan dukungan kepada pelaksanaannya. Hal ini dapat dilakukan dengan:
Memberikan edukasi kepada orang tua tentang PBAP. Memlibatkan orang tua dalam
proses pembelajaran. Menciptakan lingkungan yang mendukung PBAP di luar
sekolah.
4. Pengembangan Kompetensi Guru
Guru perlu memiliki pengetahuan dan
keterampilan yang memadai tentang PBAP. Hal ini dapat dilakukan dengan: Memberikan
pelatihan kepada guru tentang PBAP. Mendorong guru untuk mengikuti seminar dan
workshop tentang PBAP. Memfasilitasi guru untuk saling belajar dan berbagi
pengetahuan.
5. Evaluasi dan Pengembangan
Guru perlu melakukan evaluasi dan pengembangan
PBAP secara berkala. Hal ini bertujuan untuk memastikan bahwa PBAP dilaksanakan
dengan efektif dan mencapai tujuan pembelajaran. Evaluasi dapat dilakukan
dengan: Mengamati proses pembelajaran. Menganalisis hasil belajar peserta
didik.
Mengumpulkan masukan dari peserta didik, orang
tua, dan masyarakat. Dengan menerapkan tips-tips di atas, diharapkan penerapan
PBAP dapat berhasil dan memberikan manfaat yang optimal bagi peserta didik. Pendekatan
Pembelajaran Berbasis Aktivitas Personal (PBAP): Meningkatkan Keterlibatan dan
Pembelajaran Siswa Pendekatan Pembelajaran Berbasis Aktivitas Personal (PBAP)
adalah suatu pendekatan yang menempatkan siswa sebagai pusat dari proses
pembelajaran. Dalam PBAP, siswa didorong untuk aktif terlibat dalam
pembelajaran mereka melalui kegiatan yang relevan dan bermakna bagi mereka
secara pribadi. Pendekatan ini menciptakan lingkungan di mana siswa merasa
memiliki tanggung jawab atas pembelajaran mereka dan dapat mengaitkannya dengan
pengalaman mereka sendiri.
Mengapa PBAP Penting?
PBAP penting karena membantu meningkatkan
keterlibatan siswa dalam pembelajaran. Dengan memungkinkan siswa untuk terlibat
dalam kegiatan yang mereka anggap penting dan bermakna, PBAP dapat memotivasi
mereka untuk belajar dengan lebih baik. Selain itu, PBAP juga membantu
membangun keterampilan berpikir kritis, kolaboratif, dan kreatif karena siswa
harus aktif terlibat dalam proses pembelajaran.
Keuntungan dari PBAP
1. Meningkatkan Motivasi Belajar: Dengan
memperhatikan minat dan kebutuhan individual siswa, PBAP dapat meningkatkan
motivasi mereka untuk belajar.
2. Pengalaman Pembelajaran yang Berarti,
Melalui kegiatan yang personal dan relevan, siswa dapat mengaitkan pembelajaran
dengan pengalaman hidup mereka sendiri, membuatnya lebih bermakna bagi mereka.
3. Pengembangan Keterampilan Berpikir: PBAP
mendorong siswa untuk berpikir kritis, memecahkan masalah, dan berkolaborasi
dengan orang lain, yang merupakan keterampilan penting di abad ke-Tantangan
dalam Mengimplementasikan PBAP Meskipun PBAP memiliki banyak manfaat, ada
beberapa tantangan yang mungkin dihadapi dalam mengimplementasikannya,
termasuk:
1. Penyesuaian Kurikulum: Mengadaptasi kurikulum
agar sesuai dengan kebutuhan dan minat individu siswa memerlukan waktu dan
upaya ekstra dari pendidik.
2. Evaluasi Pembelajaran: Menilai kemajuan dan
pencapaian siswa dalam konteks PBAP dapat menjadi lebih kompleks karena
masing-masing siswa dapat memiliki jalur pembelajaran yang berbeda
Implementasi
Pembelajaran Berbasis Aktivitas Personal (PBAP) di Sekolah Vokasi (SMK)
Pembelajaran Berbasis Aktivitas Personal (PBAP) merupakan pendekatan
pembelajaran yang berfokus pada pengembangan karakter dan potensi individu
peserta didik. Pendekatan ini sangat relevan untuk diterapkan di sekolah vokasi
(SMK) karena beberapa alasan:
1. Kesesuaian
dengan karakteristik peserta didik SMK:
Peserta didik SMK umumnya memiliki minat dan bakat yang beragam.
PBAP dengan penekanan pada pengembangan potensi individu dapat memberikan ruang
bagi peserta didik untuk mengembangkan minat dan bakat mereka.
2. Mempersiapkan
peserta didik untuk dunia kerja: Dunia kerja saat ini menuntut individu yang
memiliki karakter dan potensi yang unggul. PBAP dapat membantu peserta didik
mengembangkan karakter dan potensi tersebut.
3. Meningkatkan
motivasi belajar: PBAP dengan metode pembelajaran yang bervariasi dan berpusat
pada peserta didik dapat meningkatkan motivasi belajar peserta didik.
Bentuk-bentuk implementasi PBAP di sekolah vokasi:
- Pembelajaran berbasis proyek:
Pembelajaran berbasis proyek mendorong peserta didik untuk bekerja secara
mandiri atau berkelompok dalam menyelesaikan proyek yang terkait dengan
minat dan bakat mereka.
- Pembelajaran berbasis
portofolio: Pembelajaran berbasis portofolio memungkinkan peserta didik
untuk mendokumentasikan proses belajar dan perkembangan mereka.
- Pembelajaran berbasis layanan:
Pembelajaran berbasis layanan memungkinkan peserta didik untuk menerapkan
pengetahuan dan keterampilan mereka dalam membantu masyarakat.
Pembelajaran Berbasis Pemrosesan
Informasi (PBPI)
Pengertian Teori Belajar Pemrosesan
Informasi
Menurut Gagne, belajar adalah proses
memperoleh informasi, mengolah informasi, menyimpan informasi serta mengingat
kembali informasi yang dikontrol oleh
otak. Pemrosesan informasi adalah kegiatan menerima informasi, mengolah
informasi, menyimpan informasi dan memanggil kembali
informasi. Pemrosesan informasi memiliki tiga
komponen yang dipilah
berdasarkan perbedaan fungsi, kapasitas, bentuk
informasi, sertaproses terjadinya lupa
1. Sensory Receptor (SR) yaitu sel tempat
pertama kali informasi diterima dari luar. Di dalam SR informasi ditangkap
dalam bentuk aslinya, informasi hanya dapat bertahan dalam waktu yang sangat
singkat, daninformasi tadi mudah terganggu atau berganti.
2. Shot Term Memory atau Working
Memory (WM) yaitu memori yang diasumsikan mampu menangkap informasi yang diberi
perhatian oleh individu. Pemberian perhatian ini dipengaruhi oleh peran
persepsi Karakteristik WM antara lain: a) Memiliki kapasitas yang terbatas.
Informasi di dalamnya hanya mampu bertahan kurang lebih 15 detik apabila tanpa
upaya pengulangan atau rehearsal. b) Informasi dapat disandi dalam bentuk yang
berbeda dari stimulus aslinya
3. Long Term Memory (LTM) yaitu memori yang
diasumsikan: a) berisi semua pengetahuan yang telah dimiliki oleh individu, 2)
mempunyai kapasitas tidak terbatas, dan b) bahwa sekali informasi disimpan di
dalam LTM tidak akan pernah terhapus atau hilang. Menurut Robert Gagne,
pemrosesan informasi terdiri dari empat fase utama:(1) Receiving the stimulus
situation, yaitu fase ketika seseorang memperhatikan stimulus tertentu kemudian
menangkap artinya dan memahami stimulus
tersebut untuk ditafsirkan sendiri dengan
berbagai cara. Misalnya Golden Eye bisa ditafsirkan sebagai jembatan di Amerika
atau judul sebuah film. (2) Stage of acquisition, yaitu fase dimana seseorang
membentuk asosiasi antara infomasi baru dan informasi lama. (3) Storage, yaitu
fase retensi atau penyimpanan informasi baik ke dalam memori jangka pendek
maupun jangka panjang.
(4) Retrieval, yaitu fase mengingat kembali atau
memanggil kembali informasi yangada dalam memori.
Menurut Donald Broadbent, pemrosesan
informasi terdiri dari tiga
tahap Information Processing Model (Model
Pemrosesan Informasi):(1) Encoding yaitu proses pengtransformasian
peristiwa-peristiwa ke dalam bentuk yang bisa disimpan dan digunakan selama masa tertentu
(biasa disebut dengan pembelajaran). Encoding itu sendiri dapat berupa kata-kata, gambar,
grafik, fenomena, dll. Lebih lanjut encoding merupakan proses mengalihkan informasi dari
bentuk fisik, energi dan lain-lain ke dalam bentuk yang dapat disimpan di dalam memori. Di
dalam proses encoding informasi ini dapat terjadi dengan dua cara, yaitu tidak sengaja dan
sengaja.
(2) Storage, atau disebut juga
dengan retensi yaitu proses mengendapkan informasi yang diterima dalam suatu tempat tertentu dan dalam
jangka waktu tertentu. Penyimpanan ini sudah sekaligus mencakup kategorisasi informasi
sehingga tempat informasi tersimpan sesuai dengan kategorinya. Dalam proses ini,
penyimpanan dilakukan untuk peristiwa-peristiwa yang sudah diencodekan.
(3) Retrieval, yaitu sebuah proses
pengaksesan, penemubalikan atau pemanggilan kembali informasi yang disimpan di dalam memori untuk
digunakan. Proses penemubalikan informasi yang disimpan dalam memori dari sensory memory
bersifat langsung dan otomatis Para ahli kognitivisme membagi memori jangka panjang
ini dengan tiga bagian: • Episodic memory adalah memori pengalaman hidup
manusia yang memuat sebuah gambar secara mental tentang segala sesuatu yang
manusia lihat dan dengar. Seperti ketika seseorang bertanya tentang makan malamnya
bersama seorang teman, untuk
menjawab pertanyaaan ini seseorang menceritakan
dan mengingat serta membayangkan saat makan malam bersama teman.
Pada saat mengingatnya, artinya orang tersebut memangil kembali informasi gambar
yang telah disimpan episodic memory di memory jangka panjangnya. • Semantic memory adalah memori yang
berisi ide-ide atau konsep-konsep yang berkaitan dengan skema. Skema menurut Piaget
adalah kerangka kerja kognitif individu yang berguna untuk mengorganisasi persepsi dan
pengalaman-pengalaman. Para ahli teori juga menggunakan istilah skema untuk
menjelaskan jaringan kerja konsep-konsep yang telah dimiiki individu dalam memori mereka
untuk memahami dan mengintegrasikan informasi-informasi yang baru. • Procedural memory adalah memori yang berkaitan
dengan sesuatu yang bersifat prosedural sehingga mampu untuk menghadirkan
kembali bagaimana segala sesuatu itu dikerjakan. Misalnya, pada saat belajar
mengunakan komputer, maka memori menyimpan informasi tersebut sebagai ingatan
prosedural. Bila suatu saat akan mengunakan komputer maka ingatan akan tentang
prosedur mengunakan komputer akan digali atau dipanggil untuk digunakan
mengoperasikan komputer.
Lukman El Hakim membagi pemrosesan informasi menjadi empat tahap: (1) Menerima informasi, yaitumemperoleh informasi tertentu darilingkungan dengan alat indra untuk selanjutnya diolah. (2) Mengolah informasi, yaitu upaya mengabungkan dan mengaitkan informasi atau pengetahuan yang dimiliki.(3) Menyimpan informasi, yaitu mempertahankan informasi atau ingatan dalam memori. (4) Memanggil informasi kembali, yaitu mengingat kembali informasi atau pengetahuan yang disimpan dalam ingatan atau memori untuk digunakan.
Langkah – Langkah Pemrosesan Informasi ndikator
Pemrosesan Informasi
1. Menerima informasi
Siswa mengamati soal yang diberikan,
membaca dengan suarakeras, membaca dengan suara pelan, membaca dalam hati,
sertasiswa mengungkapkan informasi baik secara verbal atau nonverbal (ditulis).
2. Mengolah informasi
Siswa merespon informasi baik secara
verbal atau nonverbal (ditulis). Siswa menggunakan satu atau lebih informasi
dalam memberikan respon. 3 Menyimpan informasi Siswa mengungkapkan kembali atau
mengulang secara verbal atau nonverbal (ditulis) setelah informasi diterima.
4 Memanggil kembali informasi Siswa
mengungkapkan kembali atau mengulang secara verbal
atau non verbal (ditulis) informasi yang
diterima dalam selang waktu tertentu.
Menurut Craik Lockhart, ada beberapa faktor
penghambat dalam pemrosesan informasi seorang individu. Hambatan – hambatan tersebut
antara lain:(1) tidak semua individu mampu melatih memori secara maksimal, (2)
proses internal memori tidak dapat dapat diamati secara langsung,
(3) tingkat kesulitan mengungkap kembali
informasi yang telah disimpan dalam ingatan, dan
(4) kemampuan otak tiap individu
tidak sama. Menurut Robert M. Gagne mengemukakan ada delapan fase proses
pembelajaran dalam pemrosesan informasi:
1. Motivasi yaitu fase awal memulai
pembelajaran dengan adanya dorongan untuk melakukan suatu
tindakan dalam mencapai tujuan tententu (motivasi
intrinsik dan ekstrinsik).
2. Pemahaman, yaitu individu menerima
dan memahami Informasi yang diperoleh dari pembelajaran.
3. Pemahaman didapat melalui perhatian.
4. Pemerolehan, yaitu individu
memberikan makna/mempersepsi segala Informasi yang sampai pada
dirinya sehingga terjadi proses penyimpanan
dalam memori peserta didik.
5. Penahanan, yaitu menahan informasi/
hasil belajar agar dapat digunakan untuk jangka panjang. Hal ini merupakan
proses mengingat jangka panjang.
6. Ingatan kembali, yaitu mengeluarkan
kembali informasi yang telah disimpan, bila ada rangsangan
7. Generalisasi, yaitu menggunakan
hasil pembelajaran untuk keperluan tertentu.
8. Perlakuan, yaitu perwujudan
perubahan perilaku individu sebagai hasil pembelajaran
9. Umpan balik, yaitu individu
memperoleh feedback dari perilaku yang telah dilakukannya.
Jenis model-model pembelajaran yang termasuk ke
dalam rumpun pemrosesan informasi ini dalah seperti pada tabel 1. Tabel 1.
Model-Model Pembelajaran yang Tergolong Rumpun Pemrosesan InformasiNo Nama
Model Pembelajaran Tokoh Misi/tujuan/manfaat
1. Berpikir Induktif Hilda Taba Ditujukan secara
khusus untuk pembentukan kemampuan berpikir induktif yang banyak diperlukan
dalam kegiatan akademik meskipun diperlukan juga untuk kehidupan pada umumnya.
Model ini memiliki keunggulan melatihkan kemampuan menganalisis informasi dan
membangun konsep yang berhubungan dengan kecakapan berpikir.
2. Latihan Inkuari Richard Suchman
Pemecahan masalah sosial, terutama melalui penemuan sosial dan penalaran logis
3. Pembentukan Konsep Jerome Bruner,
Goodnow, dan Austin Dirancang terutama untuk pembentukan kemampuan berpikir
induktif, peserta didik dilatih mempelajari konsep secara efektif.
4. Perkembangan Kognitif Jean Piaget,
Irving Siegel, Edmund Sullivan,
Lawren-ce Kohl-berg Dirancang terutama untuk
pembentukan kemampuan berpikir/pengembangan intelektual pada umumnya, khususnya
berpikir logis, meskipun demikian kemampuan ini dapat diterapkan pada kehidupan
sosial dan pengembangan moral.
5. Advanced organizer David Ausubel
Dirancang untuk meningkatkan kemampuan mengolah informasi melalui penyajian
materi beragam (ceramah, membaca, dan media lainnya) dan menghubungkan
pengetahuan baru dengan struktur kognitif yang
telah ada.
6. Memori Harry Laroyne Jerry Lucas
Dirancang untuk meningkatkan kemampuan menginingat
Pembelajaran Berbasis Pemrosesan
Informasi (PBPI) adalah metode pembelajaran yang berfokus pada bagaimana
manusia memproses, menyimpan, dan menggunakan informasi. Agar PBPI dapat
efektif, beberapa syarat berikut harus dipenuhi:
1. Guru harus memiliki pemahaman
yang baik tentang teori-teori pemrosesan informasi. Guru harus memahami
bagaimana informasi diproses, disimpan, dan digunakan dalam otak manusia.
Pengetahuan ini akan membantu guru untuk merancang pembelajaran yang efektif
dan sesuai dengan cara belajar siswa.
2. Guru harus mampu menyajikan
informasi dalam format yang jelas dan terstruktur. Informasi yang disajikan
dengan cara yang kacau dan tidak terstruktur akan sulit dipahami dan diingat
oleh siswa. Guru harus menggunakan berbagai metode presentasi, seperti ceramah,
diskusi, dan demonstrasi, untuk memastikan bahwa informasi dipahami dengan baik
oleh semua siswa.
3. Guru harus menggunakan berbagai metode
pembelajaran yang menarik dan interaktif. Siswa lebih mudah belajar ketika mereka
terlibat secara aktif dalam proses belajar. Guru harus menggunakan berbagai
metode pembelajaran, seperti permainan, simulasi, dan proyek, untuk membuat
pembelajaran lebih menarik dan interaktif.
4. Guru harus memberikan kesempatan
kepada siswa untuk mempraktikkan apa yang telah mereka pelajari. Mempraktikkan
apa yang telah dipelajari adalah salah satu cara terbaik untuk membantu siswa
menyimpan informasi dalam memori jangka panjang dan menerapkannya dalam situasi
nyata. Guru harus memberikan tugas dan proyek yang memungkinkan siswa untuk
menerapkan pengetahuan dan keterampilan yang telah mereka pelajari.
5. Guru harus memberikan umpan balik
yang konstruktif kepada siswa. Umpan balik yang konstruktif membantu siswa
untuk belajar dari kesalahan mereka dan meningkatkan pemahaman mereka. Guru
harus memberikan umpan balik yang spesifik dan tepat waktu kepada siswa, dan
mereka harus mendorong siswa untuk bertanya dan mencari klarifikasi.
6. Lingkungan belajar harus
kondusif. Lingkungan belajar yang kondusif adalah lingkungan yang tenang, aman,
dan terstruktur. Lingkungan seperti ini akan membantu siswa untuk fokus dan
belajar dengan lebih efektif.
7. Guru harus memiliki pengetahuan
tentang karakteristik individu siswa. Setiap siswa memiliki gaya belajar dan kebutuhan
yang berbeda. Guru harus memahami karakteristik individu siswa dan menyesuaikan
pembelajaran mereka dengan kebutuhan masing-masing siswa.
8. Guru harus menggunakan teknologi untuk
mendukung pembelajaran. Teknologi dapat digunakan untuk membuat pembelajaran
lebih menarik, interaktif, dan efektif. Guru harus menggunakan berbagai alat
dan teknologi, seperti komputer, internet, dan perangkat lunak edukasi, untuk
mendukung pembelajaran siswa.
9. Guru harus terus belajar dan
berkembang. Bidang pendidikan selalu berkembang, dan guru harus terus belajar
dan berkembang untuk mengikuti perkembangan terbaru. Guru harus mengikuti
pelatihan dan seminar, membaca jurnal dan buku pendidikan, dan berkolaborasi
dengan guru lain untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan mereka.
Pembelajaran Berbasis Pemrosesan
Informasi (PBPI) adalah model pembelajaran yang berlandaskan pada teori belajar
kognitif, khususnya teori pemrosesan informasi yang dikemukakan oleh para ahli
seperti Richard Atkinson, Richard Shiffrin, Robert Gagne, dan Ulric Neisser.
Model ini memandang proses belajar sebagai suatu
proses aktif yang melibatkan berbagai tahapan dalam memproses informasi, mulai
dari menerima informasi, memperhatikan, memahami, menyimpan, mengingat kembali,
menggeneralisasi, menerapkan, hingga memberikan umpan balik.
Tujuan utama PBPI adalah untuk membantu siswa
dalam mengembangkan kemampuannya dalam memproses informasi secara efektif dan
efisien, sehingga mereka dapat mencapai hasil belajar yang optimal.
Karakteristik PBPI
Berikut adalah beberapa
karakteristik utama PBPI:
Berpusat pada siswa: PBPI menekankan pada
keterlibatan aktif siswa dalam proses belajar. Siswa didorong untuk menjadi
pembelajar mandiri yang mampu mengelola dan memproses informasi secara mandiri.
Menggunakan berbagai strategi pembelajaran: PBPI memanfaatkan berbagai strategi
pembelajaran yang dirancang untuk membantu siswa dalam memproses informasi
secara efektif.
Melibatkan umpan balik: Umpan balik yang
konstruktif dan berkelanjutan sangat penting dalam PBPI untuk membantu siswa
dalam memantau kemajuan mereka dan memperbaiki kesalahannya.
Memperhatikan perbedaan individu: PBPI
recognizes that all learners are different and have different learning styles.
Therefore, PBPI provides a variety of instructional approaches to accommodate
individual differences. Penerapan PBPI
PBPI dapat diterapkan dalam berbagai konteks
pembelajaran, baik di sekolah, di tempat kerja, maupun dalam kehidupan
sehari-hari. Berikut adalah beberapa contoh penerapan PBPI:
Penggunaan peta konsep: Peta konsep dapat
membantu siswa dalam memvisualisasikan hubungan antar informasi yang mereka
pelajari. Teknik menghafal: Teknik menghafal seperti akronim dan mnemonik dapat
membantu siswa dalam menyimpan informasi dalam memori jangka panjang.
Pembelajaran kooperatif: Pembelajaran kooperatif
dapat membantu siswa dalam belajar dari satu sama lain dan mengembangkan
keterampilan interpersonal mereka. Penggunaan teknologi: Teknologi seperti
komputer dan internet dapat membantu siswa dalam mengakses informasi dan
belajar secara mandiri.
Referensi :
Jurnal Vokasi Universitas Negeri
Padang: https://ejournal.unp.ac.id/
Jurnal Pendidikan Teknik Universitas Negeri
Yogyakarta: https://journal.uny.ac.id/
https://guruinovatif.id/@redaksiguruinovatif/penerapan-reward-dan-punishment-dalam-pendidikan
http://munawarmadina.blogspot.com/2014/04/mod
http://munawarmadina.blogspot.com/2014/04/model-pembelajaran-personal.html\belajaran-personal.htm
https://jurnal.balitbangda.lampungprov.go.id/
https://jurnal.balitbangda.lampungprov.go.id/index.php/jip/article/view/236
php/jip/article/view/236
https://jurnal.balitbangda.lampungprov.go.id/
https://jurnal.balitbangda.lampungprov.go.id/index.php/jip/article/download/236/175
php/jip/article/download/236/175
http://www.smpn1badegan.sch.id/index.php?id=a
http://www.smpn1badegan.sch.id/index.php?id=artikel&kode=30 &kode=30
https://ojs.unm.ac.id/PJE/article/download/36
https://ojs.unm.ac.id/PJE/article/download/36869/17194
https://media.neliti.com/media/publications/276
https://media.neliti.com/media/publications/276756-improving-model-based-learning-improving-model-based-learningactivitie-a8bc049b.pdf
Komentar
Posting Komentar