Tugas Mata Kuliah Teori Dan Strategi Pendidikan

Portofolio Ke-14_Kartikaningsih_2308049030

 

TANTANGAN PEMBELAJARAN PENDIDIKAN VOKASI/PEMBELAJARAN SMK 

DI MASA DEPAN



 

Tantangan yang dihadapi SMK dalam menghadapi era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) memang sangat kompleks dan membutuhkan kesiapan yang matang. Persaingan yang semakin ketat di tingkat regional menuntut SMK untuk terus meningkatkan kualitas lulusannya, baik dari segi kompetensi teknis maupun soft skills. Kurikulum yang relevan, fasilitas yang memadai, dan kualitas guru yang mumpuni menjadi kunci keberhasilan dalam menghadapi tantangan ini. Selain itu, SMK juga perlu membekali siswanya dengan kemampuan berbahasa asing, terutama bahasa Inggris, serta keterampilan abad 21 yang dibutuhkan di dunia kerja. Kolaborasi yang erat antara SMK, dunia usaha, dan pemerintah sangat diperlukan untuk mengatasi tantangan ini. Dengan demikian, lulusan SMK dapat bersaing secara global dan menjadi sumber daya manusia yang berkualitas bagi pembangunan bangsa.

Tantangan pembelajaran Pendidikan Vokasi/pembelajaran SMK di masa depan meliputi berbagai aspek yang dapat mempengaruhi kualitas dan efektivitas pendidikan tersebut. Berikut beberapa tantangan utama yang dapat dihadapi:

1.    Perkembangan Teknologi: Teknologi yang berkembang pesat memerlukan penyesuaian kurikulum dan metode pengajaran agar sesuai dengan kebutuhan industri. Pembaruan terus-menerus ini bisa menjadi tantangan bagi tenaga pendidik dan institusi.

2.    Keterampilan yang Dinamis: Dunia kerja terus berubah dengan cepat, sehingga keterampilan yang dibutuhkan juga berubah. SMK harus mampu merespons dengan cepat terhadap perubahan ini untuk memastikan lulusannya tetap relevan di pasar kerja.

3.    Kerjasama dengan Industri: Membentuk dan mempertahankan kemitraan yang kuat dengan industri untuk menyediakan program magang dan pelatihan kerja langsung sangat penting, namun bisa jadi sulit karena perbedaan kepentingan dan harapan antara pendidikan dan industri.

4.    Fasilitas dan Infrastruktur: Banyak SMK yang masih kekurangan fasilitas dan infrastruktur yang memadai untuk mendukung pembelajaran praktis. Investasi besar diperlukan untuk menyediakan peralatan dan teknologi terbaru.

5.    Kualifikasi Tenaga Pengajar: Kualitas pendidikan sangat bergantung pada kompetensi guru. Tenaga pengajar harus terus-menerus mengembangkan keterampilan dan pengetahuan mereka untuk mengajar teknologi dan keterampilan terbaru.

6.    Persepsi Masyarakat: Pendidikan vokasi masih sering dianggap sebagai pilihan kedua dibandingkan pendidikan akademik. Mengubah persepsi ini dan meningkatkan citra pendidikan vokasi adalah tantangan yang berkelanjutan.

7.    Pembiayaan: Pembiayaan yang memadai adalah kunci untuk meningkatkan kualitas pendidikan vokasi. Namun, banyak institusi pendidikan vokasi menghadapi kendala dalam mendapatkan sumber dana yang cukup.

8.    Akses dan Kesetaraan: Memastikan akses pendidikan vokasi yang merata di seluruh daerah, terutama di daerah terpencil atau kurang berkembang, merupakan tantangan besar. Kesetaraan gender dalam akses pendidikan juga harus menjadi perhatian.

9.    Pembelajaran Berbasis Proyek: Menerapkan pembelajaran berbasis proyek yang efektif memerlukan waktu, sumber daya, dan pelatihan khusus bagi guru agar dapat mengintegrasikan teori dengan praktik secara optimal.

10. Pengukuran dan Evaluasi: Mengembangkan sistem evaluasi yang komprehensif untuk menilai kemampuan dan kompetensi siswa secara tepat dan berkelanjutan juga merupakan tantangan.

Dengan segenap permasalahan yang dialami dunia pendidikan kita umumnya dan pendidikan kejuruan kita khususnya, harus diakui bahwa tantangan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean cukup untuk dipersipakan dengan matang dan sungguh-sungguh. Dan tantangan itu tidak hanya perlu dijawab dengan mencari pembenaran sebagai akibat dari kebijakan MEA semata, dimana mau tidak mau kita harus memberikan akses dan peluang yang sama kepada semua pihak, termasuk pihak asing untuk terlibat dalam berbagai percaturan nasional maupun regional di berbagai bidang berikut dengan segala konsekuensinya.

Pendidikan kejuruan dikembangkan berdasar pada tuntutan dunia kerja, yaitu dunia usaha dan dunia industri yang berkembang di masyarakat. Pendidikan menengah kejuruan memiliki peran untuk menyiapkan peserta didik agar siap bekerja, baik bekerja secara mandiri (wiraswasta) maupun mengisi lowongan pekerjaan yang ada. Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) sebagai salah satu institusi yang menyiapkan tenaga kerja, dituntut mampu menghasilkan lulusan sebagaimana yang diharapkan dunia kerja. Tenaga kerja yang dibutuhkan adalah sumber daya manusia yang memiliki kompetensi sesuai dengan bidang pekerjaannya, memiliki daya adaptasi dan daya saing yang tinggi di dunia kerja.

Pemerintah dengan dunia industri dan kalangan pendidik harus secara kolaboratif mengembangkan usaha untuk memajukan pendidikan kejuruan, khususnya dalam usaha menghasilkan output yang berdaya saing dan berkompeten di bidangnya. Karena sesungguhnya daya saing industri itu sendiri adalah terletak pada sumberdaya manusia yang menguasai pengetahuan dan teknologi. Maka inilah salah satu alasan mengapa pemerintah dan industri harusnya sangat peduli dengan pendidikan, agar pendidikan kejuruan mampu menghasilkan lulusan yang siap bersaing di komunitas Masyarakat Ekonomi Asean.

Pendidikan vokasional formal di Indonesia terbagi ke dalam Pendidikan Kejuruan setingkat SMK dan Pendidikan Vokasi setingkat Perguruan Tinggi. Pendidikan kejuruan adalah bagian dari sistem pendidikan nasional di Indonesia dan merupakan pendidikan menengah yang mempersiapkan siswa terutama untuk bekerja dalam bidang tertentu, melanjutkan kejenjang lebih tinggi, atau bekerja mandiri dengan usaha mereka sendiri. Pendidikan vokasi merupakan pendidikan tinggi program diploma yang menyiapkan mahasiswa untuk pekerjaan dengan keahlian terapan tertentu sampai program sarjana terapan (Pasal 16 UU Perguruan Tinggi). Pendidikan dan pelatihan kejuruan/vokasi adalah Pendidikan yang menyiapkan terbentuknya keterampilan, kecakapan, pengertian, perilaku, sikap, kebiasaan kerja, dan apresiasi terhadap pekerjaan-pekerjaan yang dibutuhkan oleh masyarakat dunia usaha/industri, diawasi oleh masyarakat dunia usaha dan industri dalam kontrak dengan lembaga-lembaga asosiasi profesi serta berbasis produktif. (Sudira, 2012).

Pendidikan vokasional telah menjadi objek studi nasional dan internasional, menunjukkan betapa pentingnya pendidikan ini dalam konteks ekonomi dan sosial, terutama untuk memberikan akses kaum muda ke pasar tenaga kerja. UNESCO menganggap pendidikan teknik dan kejuruan sebagai salah satu prioritasnya, bersama dengan pendidikan literasi dan pendidikan tinggi, dalam upaya mendorong pendidikan yang adil, inklusif, dan berkualitas, serta memberikan kesempatan yang lebih besar untuk bekerja (Uemura & Comini, 2022). Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Nomor 20 Tahun 2003 menetapkan definisi dasar pendidikan kejuruan di Indonesia. Pendidikan kejuruan, menurut Pasal 15 UU Sisdiknas, adalah pendidikan menengah yang mempersiapkan siswa terutama untuk bekerja dalam bidang tertentu. Dengan kata lain, pendidikan kejuruan adalah pendidikan yang dimaksudkan untuk mempersiapkan siswa untuk bekerja (Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, 2003). Pada Pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP) dinyatakan bahwa Standar Kompetensi Lulusan (SKL) satuan pendidikan menengah kejuruan adalah untuk meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, dan keterampilan untuk hidup mandiri dan melanjutkan pendidikan lebih lanjut sesuai dengan bidang kejuruannya. SKL terdiri dari empat komponen utama: (1) peningkatan kecerdasan dan pengetahuan sebagai bagian dari pendidikan otak; (2) memiliki kepribadian dan akhlak mulia sebagai representasi dari pendidikan hati nurani; (3) memiliki kemampuan untuk hidup secara mandiri; dan (4) memiliki kemampuan untuk meneruskan studi di bidang kejuruan yang telah dipilih.

Menghadapi Revolusi Industri dan AI Menghadapi Era 5.0 ini, para ahli telah menyarankan untuk mendesain model pendidikan yang baru di semua tingkatan pendidikan, termasuk tingkat dasar dan menengah. Terutama relevan dalam mata pelajaran sains, teknologi, dan teknik (STEM), serta pendidikan teknik dan kejuruan (Technical and Vocational Education and Training/ TVET), di mana kurikulum perlu dirombak dan guru perlu untuk meningkatkan keterampilan dalam mengintegrasikan kompetensi digital dalam rencana dan pelaksanaan pembelajaran. Disamping itu, kreativitas adalah kunci untuk memahami perbedaan antara kapasitas manusia dan mesin (Kolade & Owoseni, 2022). Karakteristik peserta didik Abad 21 berbeda dengan masa sebelumnya. Mereka adalah generasi yang digital native. Hasil penelitian majalah The Economist (2015) mengungkapkan bahwa mereka menyukai pembelajaran yang menggunakan teknologi informasi. Karena itu, cara dan sarana pembelajaran konvensional yang mengandalkan tatap muka perlu dirubah ke cara pembelajaran blended learning yang memadukan antara tatap muka pembelajaran berbasis teknologi informasi (Hendarman et al., 2016). Kolade & Owoseni (2022) mengidentifikasi dua kategori keterampilan abad ke-21, yang terdiri dari tujuh keterampilan inti dan lima keterampilan kontekstual untuk pekerja. Keterampilan inti tersebut adalah keterampilan teknis, manajemen informasi, komunikasi, kolaborasi, kreativitas, pemikiran kritis dan pemecahan masalah; dan dan lima keterampilan kontekstual adalah kesadaran etis, kesadaran budaya, fleksibilitas, pengarahan diri dan pembelajaran seumur hidup. Selain itu juga mengusulkan pendekatan kefasihan teknologi yang berfokus pada kreativitas (creatifity-focused technology fluency/CFTF) untuk pendidikan teknologi untuk memprioritaskan "kompetensi seperti mengelola kompleksitas, berpikir kritis, membayangkan berbagai kemungkinan, menoleransi ketidakpastian, menunjukkan efikasi diri, dan berkomunikasi dengan terampil". Dengan demikian, sektor pendidikan kemungkinan besar akan mengalami pergeseran dari fokus pada pengembangan keterampilan, yang dominan pada abad ke-20, ke pengembangan kapasitas manusia yang unik seperti penilaian, kemauan, kreativitas, dan inovasi. Dengan kata lain, pendidikan di masa depan akan lebih fokus pada pengembangan kemampuan manusia yang kecil kemungkinannya untuk direproduksi secara sempurna oleh sistem otonom. Untuk dapat menghadapi Era Industri 5.0, seseorang setidaknya harus memiliki empat kompetensi dasar. Technical competency: berhubungan dengan hard skills yang diperlukan untuk memulai pekerjaan baru, seperti kemampuan coding, keamanan data, dan kemampuan untuk memahami manusia dan budaya. Critical competency: teknik untuk menyelesaikan problematika dan tugas, seperti kreativitas, entrepreneurship, dan analisis. Personal competency: kemampuan diri untuk menghadapi tantangan, seperti kegesitan, kemauan untuk belajar, dan daya tahan mental yang kuat. Social competency: kemampuan kita untuk bekerja sama dengan orang lain dengan lebih mudah, seperti kecerdasan emosional, kerja sama tim, dan kemampuan intercultural (Azhari, 2022). Indonesia telah memulai proses adaptasi terhadap Industri 4.0 dengan program Making Indonesia 4.0, di antaranya dengan meningkatkan kemampuan sumber daya manusia melalui program yang menghubungkan (link and match) pendidikan dengan industri. Kementerian Perindustrian bekerja sama dengan beberapa kementerian dan lembaga terkait lainnya, seperti Bappenas, Kementerian BUMN, Kementerian Ketenagakerjaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, serta Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi, untuk melaksanakan inisiatif ini (Satya, 2018).

Para Guru Vokasi diharapkan cerdas dalam melihat jenis-jenis karakter Siswa agar penerapan metode pendidikan karakter terhadap taruna dapat tepat sasaran. Beberapa jenis karakter adalah sebagai berikut.

a. Sanguinis Tipe sanguinis adalah optimis, riang, hendak sekali dan mempunyai semangat hidup yang tinggi, unik perhatian, gemar memungut risiko, mudah bosan. Kekuatan dari si sanguinis adalah suka bicara, antusias, ekspresif, emosional dan demonstratif, ceria, rasa ingin tahu tinggi, sedangkan kekurangan dari si sanguinis ialah membesarkan sebuah hal atau kejadian, sulit untuk diam, mudah terpengaruh lingkungan.

b. Plegmatis Tipe plegmatis lebih konsentrasi pada apa yang terjadi dalam dirinya, dan kurang peduli lingkungan sekitar. Kekuatan dari plegmatis ialah sabar, santai, tenang, dan pendengar yang baik, tidak sedikit bicara, bijaksana, simpatik dan baik hati, mudah menyembunyikan emosi. Kelemahannya ialah mudah takut dan khawatir, lebih ingin menghindari konflik dan tanggung jawab.

c. Koleris Tipe koleris paling berorientasi pada target, analitis, dan logis. Tipe-tipe seorang pemimpin, tidak menyenangi basa-basi, ia lebih suka menguras waktu dengan urusan bermanfaat. Kekuatannya ialah senang memimpin, menciptakan keputusan, dinamis dan aktif, bebas, berdikari dan berkemauan keras untuk menjangkau sasaran, berani menghadapi kendala dan masalah, sedangkan kelemahannya ialah tidak sabaran, cepat marah, dan senang memerintah, terlampau bergairah atau sulit untuk santai, menyenangi kontroversi dan perdebatan.

d. Melankolis Tipe melankolis tidak jarang berkorban guna orang lain, ingin sensitif, penyayang, senang sedang di balik layar, pemikir, sensitif dan memikirkan teknik untuk menuntaskan masalah, kreatif. Kekuatan dari melankolis ialah analitis, mendalam, serius dan bertujuan, berorientasi pada jadwal, artistik, kreatif, sensitif, inginkan mengorbankan diri dan idealis, sedangkan kelemahannya ialah cenderung menyaksikan masalah dari segi negative, pendendam, gampang merasa bersalah, murung dan tertekan, lebih menekankan pada teknik dibanding tercapainya tujuan.

Menghadapi Tantangan Pembelajaran Pendidikan Vokasi/SMK di Masa Depan

Dunia terus berkembang, dan pendidikan pun tak luput dari perubahan. Pendidikan vokasi dan SMK, sebagai pilar penting dalam menyiapkan sumber daya manusia terampil, tak luput dari berbagai tantangan di masa depan. Sebagai garda terdepan dalam mencerdaskan bangsa, guru SMK memiliki peran krusial dalam mempersiapkan siswa untuk menghadapi dunia kerja yang terus berevolusi. Berikut beberapa strategi jitu yang dapat diterapkan guru SMK untuk menghadapi tantangan pembelajaran di masa depan:

1. Mengembangkan Kompetensi Diri:

Belajar Sepanjang Hayat: Guru harus menjadi pembelajar sejati, selalu memperbarui pengetahuannya tentang perkembangan teknologi, industri, dan pedagogi terkini. Ikuti pelatihan, seminar, dan workshop untuk meningkatkan kompetensi diri.
Memahami Dunia Industri: Jalinlah kerjasama erat dengan dunia industri untuk memahami kebutuhan dan ekspektasi mereka terhadap lulusan SMK. Lakukan kunjungan industri dan magang untuk mendapatkan pengalaman langsung. Meningkatkan Kemampuan Teknologi: Kuasai teknologi digital dan aplikasikan dalam pembelajaran. Gunakan media pembelajaran yang interaktif dan kreatif untuk meningkatkan minat belajar siswa.

2. Menyesuaikan Metode Pembelajaran:Pembelajaran Berpusat pada Siswa:

Ciptakan pembelajaran yang berpusat pada siswa, di mana mereka menjadi subjek aktif dalam proses belajar. Gunakan metode pembelajaran yang bervariasi dan sesuai dengan gaya belajar siswa. Belajar Berbasis Proyek: Implementasikan pembelajaran berbasis proyek (Project Based Learning) untuk melatih kemampuan problem solving, kerjasama, dan berpikir kritis siswa. Memanfaatkan Teknologi: Manfaatkan teknologi digital untuk meningkatkan efektivitas pembelajaran. Buatlah platform pembelajaran online, gunakan aplikasi edukasi, dan integrasikan teknologi dalam penilaian.

3. Memperkuat Karakter Siswa:

Penanaman Nilai-nilai Karakter: Tanamkan nilai-nilai karakter seperti disiplin, tanggung jawab, kerjasama, dan komunikasi kepada siswa. Gunakan berbagai metode seperti penanaman nilai dalam pembelajaran, kegiatan ekstrakurikuler, dan pembinaan karakter.
Pengembangan Keterampilan Soft Skills: Latihlah siswa dalam keterampilan soft skills seperti komunikasi efektif, presentasi, dan pemecahan masalah. Keterampilan ini sangat penting untuk kesuksesan mereka di dunia kerja. Membangun Mental Kewirausahaan: Doronglah siswa untuk memiliki jiwa wirausaha dan berani mengambil risiko. Berikan pelatihan dan pendampingan untuk membantu mereka memulai usaha sendiri.

4. Bekerjasama dengan Pihak Lain:

Kerjasama dengan Industri: Jalinlah kerjasama erat dengan industri untuk mendapatkan informasi tentang kebutuhan pasar kerja dan untuk menyediakan tempat magang bagi siswa.
Kerjasama dengan Perguruan Tinggi: Bekerjasama dengan perguruan tinggi untuk membuka jalur fast track bagi siswa yang ingin melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
Kerjasama dengan Orang Tua: Libatkan orang tua dalam proses pembelajaran siswa. Adakan pertemuan rutin dan berikan informasi tentang perkembangan belajar siswa.

5. Menyesuaikan Kurikulum:

Kurikulum yang Dinamis: Kurikulum SMK haruslah dinamis dan selalu diperbarui untuk mengikuti perkembangan zaman. Lakukan review kurikulum secara berkala dan masukkan materi-materi baru yang relevan dengan kebutuhan industri.
Fokus pada Keterampilan yang Dibutuhkan: Kurikulum SMK harus fokus pada pengembangan keterampilan yang dibutuhkan oleh industri. Lakukan asesmen kebutuhan industri untuk mengetahui keterampilan apa yang dibutuhkan.

Pelatihan Keterampilan Khusus: Berikan pelatihan keterampilan khusus kepada siswa sesuai dengan minat dan bakat mereka. Bekerjasama dengan lembaga pelatihan atau industri untuk menyediakan pelatihan ini. Menghadapi tantangan pembelajaran di pendidikan vokasi dan SMK di masa depan bukan hanya tentang resiko, tetapi juga membawa banyak keuntungan. Berikut beberapa keuntungan yang dapat diperoleh:

1. Meningkatkan Kualitas Lulusan:

Dengan kurikulum yang relevan dan terkini, lulusan SMK akan memiliki keterampilan yang dibutuhkan oleh industri. Hal ini akan meningkatkan peluang mereka untuk mendapatkan pekerjaan yang layak dan bergaji tinggi.

2. Meningkatkan Daya Saing Bangsa:

Dengan tenaga kerja terampil yang dihasilkan oleh pendidikan vokasi, daya saing bangsa di kancah internasional akan meningkat. Hal ini akan menarik investasi asing dan menciptakan lapangan pekerjaan baru.

3. Mengurangi Pengangguran:

Dengan lulusan SMK yang terserap di dunia kerja, tingkat pengangguran akan berkurang. Hal ini akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan stabilitas sosial.
4. Meningkatkan Inovasi:

Pendidikan vokasi yang berkualitas akan mendorong lahirnya lulusan yang kreatif dan inovatif. Hal ini akan memicu kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di Indonesia.
5. Meningkatkan Kualitas Hidup Masyarakat:

Dengan tersedianya tenaga kerja terampil dan berpengetahuan, kualitas hidup masyarakat akan meningkat. Hal ini dapat dilihat dari meningkatnya akses terhadap pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur. Secara keseluruhan, menghadapi tantangan pembelajaran di pendidikan vokasi dan SMK di masa depan akan membawa banyak keuntungan bagi bangsa Indonesia. Oleh karena itu, penting bagi semua pihak untuk bekerja sama untuk mengatasi tantangan tersebut dan mewujudkan masa depan yang lebih cerah bagi pendidikan vokasi dan SMK di Indonesia. Selain keuntungan-keuntungan di atas, berikut beberapa keuntungan lain yang dapat diperoleh: Meningkatkan reputasi pendidikan vokasi dan SMK. Meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap pendidikan vokasi dan SMK.
Meningkatkan motivasi pelajar untuk mengikuti pendidikan vokasi dan SMK. Memperkuat kerjasama antara dunia pendidikan dan industri. Dengan berbagai keuntungan yang ditawarkan, mengatasi tantangan pembelajaran di pendidikan vokasi dan SMK di masa depan adalah sebuah investasi yang sangat berharga bagi masa depan bangsa Indonesia.

Guru pendidikan vokasi memiliki peluang yang amat besar untuk meningkatkan harkat kemanusiaan, menjadikan peserta didik menjadi manusia dewasa, bertanggungjawab, dan dapat bekerja sehingga bisa menghidupi dirinya sendiri dan keluarganya. Fenomena global tidak bisa kita abaikan begitu saja dalam mengembangkan profesionalisme guru pendidikan vokasi pada saat ini dan di masa mendatang. Menjadi guru vokasi di era global pasti tidaklah mudah. Ada berbagai persyaratan yang harus dipenuhi agar ia bisa berkembang menjadi guru vokasi yang profesional. Secara akademik, agar seorang guru vokasi menjadi profesional, maka dia harus memiliki beberapa ciri atau karakteristik. Ciri-ciri atau karakteristik tersebut adalah sebagai berikut : (1) harus memiliki landasan, pengetahuan yang kuat, (2) harus berdasarkan atas kompetensi individual, (3) memiliki sistem seleksi dan sertifikasi, (4) ada kerja sama dan kompetisi yang sehat antar sejawat, (5) adanya kesadaran profesional yang tinggi, (6) memiliki prinsip-prinsip etik (kode etik), (7) memiliki sistem sangsi profesi, (8) adanya militansi individual, dan (9) memiliki organisasi profesi. Disamping itu agar para guru vokasi memiliki kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan berbagai bentuk perubahan global dan proliferasi ilmu pengetahuan dan teknologi mereka perlu memiliki dan mengembangkan berbagai karakteristik pribadi positif yaitu : (1) Competency, (2)Honest, (3)Puctuality, (4)Morality, (5)Kindness, dan (6)Humility. Dalam proses pembelajaran, guru pendidikan vokasi perlu menyadari adanya multiple intelligence dalam diri siswa yang perlu dikembangkan secara optimal dan proporsional agar para siswa pada akhirnya nanti mampu merespons fenomena global tersebut. Dengan kesadaran ini, guru tidak akan mudah memberikan vonis terhadap para siswa yang sekiranya tidak memiliki kompetensi yang maksimal dalam aspek tertentu. Pada hakikatnya kecerdasan tidak saja mencakup aspek intelektual (kognitif) semata, tetapi ada beberapa kecerdasan lain yang secara konseptual perlu diperhatikan oleh guru.

Gagasan-Gagasan Terhadap Model Pembelajaran Pendidikan Vokasi/Pembelajaran SMK Di Masa Depan

Model Pembelajaran siswa aktif (Learning by Doing) Teori Dewey: learning by doing (1959-1952), merupakan dasar dari belajar aktif. Dewey sangat tidak setuju pada rote learning, atau belajar dengan hafalan. Ia menerapkan prinsipprinsip learning by doing, yaitu siswa perlu terlibat dalam proses belajar secara spontan. Keingintahuan peserta didik (siswa) mendorong keterlibatannya secara aktif dalam proses belajar. Pengajar berperan menyediakan sarana bagi siswa untuk dapat belajar. Di sisi lain belajar aktif merupakan pendekatan pengelolaan sistem pembelajaran melalui cara-cara belajar aktif menuju belajar mandiri. Kemampuan belajar mandiri merupakan tujuan akhir dari belajar aktif. Belajar mandiri, didefinisikan sebagai usaha individu dari siswa yang otonom untuk mencapai suatu kompetensi. Siswa berkesempatan untuk menentukan tujuan, merencanakan proses, menggunakan sumber, dan membuat keputusan. Belajar mandiri bukan berarti mengisolasi siswa dari bimbingan pengajar yang berfungsi sebagai sumber, pemandu dan pemberi semangat. Siswa tidak tergantung pada pengarahan pengajar yang terus menerus. Ia juga mempunyai kreativitas dan inisiatif sendiri dengan merujuk pada bimbingan yang diperolehnya (Self Directed Learning, Knowles: 1975). Dengan kata lain bahwa belajar yang bermakna terjadi bila siswa berperan secara aktif dalam proses belajar dan akhirnya mampu memutuskan apa yang akan dipelajari dan cara mempelajarinya.

Model Pembelajaran Kontekstual Menurut Blanchard (2001), pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning), adalah suatu pembelajaran yang berusaha mengaitkan isi pembelajaran dengan situasi dunia nyata dan memotivasi siswa agar membuat hubungan antara pengetahuan dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari mereka. Dengan model ini pembelajaran akan lebih bermakna dan menyenangkan bagi siswa. Dalam model pembelajaran kontekstual terdapat tujuh aspek penting yang harus diperhatikan yaitu : (1) penemuan, (2) bertanya, (3) konstruktif, (4) masyarakat belajar, (5) penilaian autentik, (6) refleksi, (7) pemodelan (The Washington State Consortium fo Contextuel Teaching and Learning). Dengan pembelajaran kontekstual diyakini siswa akan lebih mudah memahami materi pelajaran dengan gambaran yang lebih kongkrit, pembelajaran yang lebih dekat dengan kehidupannya dan pada akhirnya akan tercipta pembelajaran yang bermakna serta menyenangkan. Dengan demikian model pembelajaran ini dapat digunakan untuk mengembangkan know how dari siswa, dan siswa akan lebih mudah memahami konsep dan terekam dalam long term memory.

Belajar Kooperatif dan Kolaboratif Belajar kooperatif dapat membantu siswa dalam mendifinisikan struktur motivasi dan organisasi untuk menumbuhkan kemitraan yang bersifat kolaboratif (collaborative partnership) (Slavin, 1987). Lebih lanjut disebutkan bahwa belajar kolaboratif berfokus pada berbagai kelebihan yang bersifat kognitif yang muncul karena adanya interaksi yang akrab pada saat bekerja sama. Memodifikasi tujuan pembelajaran dari sekedar penyampaian informasi (transfer of information) menjadi konstruksi pengetahuan (construction of knowledge) oleh siswa melalui belajar kelompok. Pembelajaran kolaboratif memudahkan para peserta didik belajar dan bekerja bersama,saling menyumbangkan pemikiran dan bertanggung jawab terhadap pencapaian hasil belajar secara kelompok maupun individu. Berbeda dengan pembelajaran konvensional, tekanan utama pembelajaran kolaboratif maupun kooperatif adalah “belajar bersama”. Struktur tujuan pembelajaran berbasis kolaboratif dicirikan oleh jumlah saling ketergantungan yang begitu besar antar peserta didik dalam kelompok. Dalam pembelajaran kolaboratif, peserta didik mengatakan “we as well as you”, dan mereka akan mencapai tujuan hanya jika peserta didik lain dalam kelompok yang sama dapat mencapai tujuan mereka bersama (Arends, 1998; Heinich et al., 2002; Slavin, 1995; Qin & Johnson, 1995). Pembelajaran kolaboratif dapat menyediakan peluang untuk menuju pada kesuksesan praktek-praktek pembelajaran. Sebagai teknologi untuk pembelajaran (technology for instruction), pembelajaran kolaboratif melibatkan partisipasi aktif para peserta didik dan meminimisasi perbedaan-perbedaan antar individu. Pembelajaran kolaboratif telah menambah momentum pendidikan formal dan informal dari dua kekuatan yang bertemu, yaitu: (1) realisasi praktek, bahwa hidup di luar kelas memerlukan aktivitas kolaboratif dalam kehidupan di dunia nyata; (2) menumbuhkan kesadaran berinteraksi sosial dalam upaya mewujudkan pembelajaran bermakna. Menurut Johnsons (1974), paling tidak terdapat lima unsur dasar agar dalam suatu kelompok terjadi pembelajaran kolaboratif, yaitu: (1) Saling ketergantungan positif, (2) Interaksi langsung antar peserta didik, (3) Pertanggungjawaban individu, (4) Keterampilan berkolaborasi, dan (5) Keefektifan proses kelompok.

Model Pembelajaran Tematik Pembelajaran tematik adalah suatu kegiatan pembelajaran dengan mengintegrasikan materi beberapa mata pelajaran dalam satu tema atau topik pembahasan. Sutirjo dan Sri Istuti Mamik (2004: 6) menyatakan bahwa pembelajaran tematik merupakan satu usaha untuk mengintegrasikan pengetahuan, keterampilan, nilai, atau sikap pembelajaran, serta pemikiran yang kreatif dengan menggunakan tema. Dari pernyataan tersebut dapat ditegaskan bahwa pembelajaran tematik dilakukan dengan maksud sebagai upaya untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas pendidikan, terutama untuk mengimbangi padatnya materi kurikulum. Disamping itu pembelajaran tematik akan memberi peluang pembelajaran terpadu yang lebih menekankan pada partisipasi/keterlibatan siswa dalam belajar. Keterpaduan dalam pembelajaran ini dapat dilihat dari aspek proses atau waktu, aspek kurikulum, dan aspek belajar mengajar. Dalam menerapkan dan melaksanakan pembelajaran tematik, ada beberapa prinsip dasar yang perlu diperhatikan yaitu: 1) bersifat terintegrasi dengan lingkungan, 2) bentuk belajar dirancang agar siswa menemukan tema, dan 3) efisiensi proses pembelajaran, yaitu dalam satu kegiatan belajar harus bisa mencakup banyak pokok bahasan dan bahkan pokok bahasan dari beberapa mata pelajaran. Terkait dengan hal tersebut maka bentuk pembelajaran tematik yang paling ideal adalah dalam bentuk tugas proyek.

Model Pembelajaran Discoveri Learning Discovery learning merupakan suatu model pembelajaran yang dikembangkan berdasarkan pandangan konstruktivisme. Model ini menekankan pentingnya pemahaman struktur atau ide-ide penting terhadap suatu disiplin ilmu melalui keterlibatan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran. Menurut Wilcox (Slavin, 1977), dalam pembelajaran dengan penemuan (discovery learning) siswa didorong untuk belajar melalui keterlibatan aktif mereka sendiri dengan konsepkonsep dan prinsip-prinsip, dan guru mendorong siswa untuk memiliki pengalaman dan melakukan percobaan yang memungkinkan mereka menemukan prinsip-prinsip untuk diri mereka sendiri.

Model Pembelajaran Problem-Based Learning Model pembelajaran Problem Based learning atau pembelajaran berbasis masalah adalah proses dimana peserta didik melaksanakan kerja kelompok, umpan balik, dan diskusi yang dapat berfungsi sebagai batu loncatan untuk investigasi, penyelidikan dan dalam pembuatan laporan akhir. Dengan demikian peserta didik didorong untuk lebih aktif terlibat dalam materi pelajaran dan mengembangkan keterampilan berpikir kritis (Arends, 2008). Karakteristik Problem Based Learning (PBL) atau Model Pembelajaran Berbasis Masalah. meliputi: (1) driving question or problem, (2) interdisciplinary focus, (3) authentic investigation, (4) production of artifacts and exhibits, and (5) collaboration. Tujuan Problem Based Learning (PBL adalah untuk membantu peserta didik mengembangkan keterampilan berpikir, keterampilan menyelesaikan masalah, dan keterampilan intelektualnya melalui berbagai situasi riil atau situasi yang disimulasikan, untuk membentuk peserta didik yang mandiri dan otonomi.

Model Pembelajaran Berbasis Teknologi Informasi Kemajuan teknologi komunikasi dan informasi telah memudahkan manusia untuk dapat saling berhubungan dengan cepat, mudah dan terjangkau oleh hampir semua masyarakat. Perkembangan teknologi informasi sangat berpengaruh terhadap inovasi model pembelajaran. Penemuan berbagai jenis teknologi yang dapat digunakan menjadi fasilitas pendidikan seperti komputer, CD-ROM dan LAN telah mendorong pemanfaatnya dalam inovasi model pembelajaran. Pembelajaran dengan menggunakan komputer berkembang sangat pesat terutama setelah tersedianya komputer “superhighway” dan “internet”. Sistem pembelajaran melalui internet dikenal dengan nama: e-learning, online learning, virtual learning, virtual campus, school-net, web-based learning, resource based learning, distance learning, dan nama-nama lainnya (Heinich, dkk.,2002). Dengan menggunakan jaringan internet pembelajaran lebih kaya akan sumber dan teknik belajar. Saat mendiskusikan hal baru misalnya guru dan siswa dapat menggunakan berbagai contoh yang diakses melalui internet. Karena itu program pembelajaran melalui internet ini dapat disebut pembelajaran berbasis aneka sumber (Resource-Based Learning).

 

 

Referensi :

Sumber data dari hasil forum diskusi kuliah.

 "AI Jadi Tantangan untuk Dunia Kerja, Pendidikan Vokasi Perlu Dibenahi", selengkapnya dengan link: https://www.pikiran-rakyat.com/kolom/pr-017732412/ai-jadi-tantangan-untuk-dunia-kerja-pendidikan-vokasi-perlu-dibenahi?page=all

https://proceeding.unnes.ac.id/index.php/snpasca/article/download/267/394
https://ejournal.upi.edu/
https://proceeding.unnes.ac.id/snpasca/article/view/267
https://proceeding.unnes.ac.id/snpasca/article/view/267

https://ejournal.umm.ac.id/index.php/jmb/index
https://smk.kemdikbud.go.id/
https://vokasi.kemdikbud.go.id/read/pen/program-matching-fund-vokasi-2024
https://www.kemdikbud.go.id/

  

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Prinsip-prinsip Pendidikan Teknologi dan Kejuruan

Model Instruksional Dick dan Carey

Sistem Pendidikan Vokasi di Inggris